Senin, 31 Mei 2021

Menikahkan Anak; Puncak Kewajiban Orangtua Terhadap Anaknya.

Anak merupakan anugerah dari Allah SWT kepada kedua orangtuanya. Oleh karenanya muncul kewajiban yang harus dilaksanakan oleh orangtua terhadap anaknya, sebagai wujud rasa syukur atas anugerah Allah SWT tersebut,

Menyembelihkan aqiqah, memberi nama yang baik, memberi nafkah yang halal, mendidiknya serta menikahkannya apabila sudah mencapai baligh, merupakan kewajiban orangtua terhadap anaknya.

Sabda Nabi SAW: “Berkata Anas r.a. telah bersabda Rasulullah Saw: “Seorang anak disembelihkan aqiqah, diberi nama dan dibersihkan dari (kotoran) yang membahayakan pada usia tujuh hari. Apabila telah sampai usia enam tahun didiklah. Jika telah sampai usia sembilan tahun pisahkan tempat tidurnya. Apabila telah sampai usia tiga belas tahun telah melaksanakan shalat dan apabila telah sampai umur enam belas tahun nikahkanlah, lalu pegang tangannya dan katakan:  Sungguh telah aku didik engkau dan telah kuberi ilmu dan telah aku nikahkan engkau maka aku berlindung kepada Allah dari fitnahmu di dunia dan adzabmu di akhirat” (Ihya)

Dalam hadits yang lain, beliau bersabda: “Sebagian dari kewajiban orangtua terhadap anaknya adalah mengajarkan menulis (mendidik), memberi nama yang baik dan menikahkannya apabila sudah baligh” (HR. Ibnu Hibban).

Berdasarkan hadits di atas, diantara sederetan kewajiban tersebut maka menikahkan anak merupakan puncak dari kewajiban orangtua terhadap anaknya. Artinya, setelah anaknya menikah maka secara syariat telah putuslah atau berakhirlah kewajiban-kewajiban orangtua tersebut terhadap anaknya.

Oleh karena itu, apabila anaknya sudah mencapai usia baligh dan sudah memenuhi persyaratan untuk menikah, terlebih-lebih jika anaknya sudah meminta untuk dinikahkan, maka wajib bagi orantua untuk segera menikahkannya. Jika tidak segera dinikahkan kemudian anaknya berbuat dosa, maka dosanya itu ditanggung oleh orangtuanya. Naudzubillah...

Dalam hal ini Nabi (saw) bersabda: ”Nikahkanlah putra-putri kalian, berilah anak-anak wanita emas dan perak, bersikaplah yang baik pada mereka dengan memberi pakaian, dan bagusilah mereka dengan pemberian yang bias menyenangkan hati mereka.” (Al-Hakim). Dalam riwayat lain, Nabi bersabda:” Barangsiapa mempunyai anak baru, maka berilah dia nama yang baik, didiklah dengan akhlak yang baik. Bila telah mencapai dewasa tidak segera dinikahkan kemudian dia berbuat dosa, maka dosanya dipikul ayahnya.” (Al-Baihaqi).

Di samping itu, nikah termasuk bentuk dari sunnah Nabi (saw) yang harus dijalankan bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat-syaratnya. Juga sebagai sarana yang sah dalam menyalurkan kebutuhan biologis, untuk memperbanyak keturunan, dan satu-satunya cara dalam menjaga kesucian nasab. Karena anak merupakan garis keturunan yang harus dijaga kesuciannya. Sedangkan satu-satunya jalan untuk menjaga kesucian keturunan adalah dengan menikah.

Sabda Nabi SAW: “Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya: “Menikahlah, karena sesungguhnya aku akan membangga-banggakan jumlah kalian kepada umat-umat lain pada hari kiamat, dan janganlah kalian seperti para pendeta Nasrani.” (HR. Al-Baihaqi)

Wallaahu a'lam...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar