Selasa, 27 Juli 2021

MENGAPA BANYAK YANG BERZIKIR TAPI MEMBUAT DIA SEMAKIN DEKAT DENGAN SYAITAN...?

Berdzikir atau dzikrullah baik dalam arti mengingat Allah dalam hati maupun menyebut asma Allah dengan lisan adalah bagian dari syariat yang diperintahkan untuk dilaksanakan. Bahkan Allah sendiri memerintahkan kita untuk banyak berdzikir dalam setiap keadaan, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا ﴿٤١﴾ وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا ﴿42﴾

"Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allâh, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzâb/33:41-42)

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ 

"Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allâh ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring…” (QS. An-Nisâ’/4:103)

Dan ini dicontohkan langsung oleh baginda Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ 

"Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mengingat Allâh dalam setiap keadaannya." (HR. Muslim)

Kemudian dari berbagai dalil baik Al-Qur'an, Hadits maupun maqalah para Ulama, banyak sekali manfaat berdzikir kepada Allâh Azza wa Jalla, di antaranya : 

  1. Membuahkan kedekatan kepada Allâh Azza wa Jalla (Taqarrub ilallah).
  2. Membuahkan ketundukan, kepasrahan diri kepada Allâh dan kembali kepada-Nya.
  3. Mengusir setan, menundukkan dan mengenyahkannya.
  4. Hati menjadi tenang.
  5. Menghilangkan kesedihan dan kemuraman dari hati.
  6. Mendatangkan kegembiraan dan kesenangan dalam hati.
  7. Melapangkan rizki dan mendatangkan barakah.
  8. Membuat hati menjadi hidup. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dzikir bagi hati sama dengan air bagi ikan, maka bagaimana keadaan yang akan terjadi pada ikan seandainya berpisah dengan air???"
  9. Membersihkan hati dari karatnya (dosa).
  10. Menyelamatkannya dari adzab Allâh sebagaimana yang dikatakan Mu’adz bin Jabal r.a.:” Tidak ada amal yang dilakukan anak Adam yang lebih menyelamatkannya dari adzab Allâh, selain dari dzikir kepada Allâh Azza wa Jalla."
  11. Menyibukkan lisan dari melakukan  ghibah, dusta, dan kata-kata bathil lainnya.
  12. Dan banyak lagi manfaat lainnya.
Namun ada muncul pertanyaan, "mengapa ada yang banyak berdzikir tetapi justru membuatnya semakin dekat dengan syaitan...?"

Pertanyaan ini pernah disampaikan oleh salah seorang murid Imam Al-Ghazali kepada beliau, sebagaimana dikisahkan dalam sebuah riwayat.

Seorang murid bertanya kepada gurunya (Imam Al Ghazali): “Wahai Syeikh, bukankah zikir bisa membuat seseorang beriman lebih dekat dengan Allah Ta’ala dan syaitan akan berlari menjauh darinya?"

“Benar,”, Jawab Imam al-Ghazali. 

“Namun kenapa ada orang yang semakin rajin berzikir justru malah semakin dekat dengan syaitan atau kesyetanan ?”, lanjut Sang Murid.

Gurunya yang diberi gelaran Hujjatul Islam inipun menjawab (seraya balik bertanya): “Bagaimana pendapatmu, jika ada orang yang mengusir anjing namun dia masih menyimpan tulang dan berbagai makanan kesukaan anjing disekitarnya?”

“Tentu, anjing itu akan kembali datang setelah diusir", jawab Sang Murid.

Imam al-Ghazali menjelaskan: "Demikian juga dengan orang-orang yang rajin berzikir tapi masih menyimpan berbagai penyakit hati dalam dirinya. Syaitan akan terus datang  dan mendekati bahkan bersahabat dengannya." 

Penyakit-penyakit hati itu ialah :
1. Kesombongan
2. Irihati
3. Dengki
4. Syirik
5. Bersikap/berkata kasar
6. Riya
7. Merasa sholeh
8. Merasa Suci
9. Ghibah
10. Marah dan berbagai penyakit hati lainnya. 

"Ketika penyakit-penyakit itu menghinggapi diri seorang hamba, maka syaitan terlaknat akan senantiasa datang, mengakrabkan diri. Kemudian menjadi sahabat karibnya."

Wallaahu a'lam.




Senin, 31 Mei 2021

Menikahkan Anak; Puncak Kewajiban Orangtua Terhadap Anaknya.

Anak merupakan anugerah dari Allah SWT kepada kedua orangtuanya. Oleh karenanya muncul kewajiban yang harus dilaksanakan oleh orangtua terhadap anaknya, sebagai wujud rasa syukur atas anugerah Allah SWT tersebut,

Menyembelihkan aqiqah, memberi nama yang baik, memberi nafkah yang halal, mendidiknya serta menikahkannya apabila sudah mencapai baligh, merupakan kewajiban orangtua terhadap anaknya.

Sabda Nabi SAW: “Berkata Anas r.a. telah bersabda Rasulullah Saw: “Seorang anak disembelihkan aqiqah, diberi nama dan dibersihkan dari (kotoran) yang membahayakan pada usia tujuh hari. Apabila telah sampai usia enam tahun didiklah. Jika telah sampai usia sembilan tahun pisahkan tempat tidurnya. Apabila telah sampai usia tiga belas tahun telah melaksanakan shalat dan apabila telah sampai umur enam belas tahun nikahkanlah, lalu pegang tangannya dan katakan:  Sungguh telah aku didik engkau dan telah kuberi ilmu dan telah aku nikahkan engkau maka aku berlindung kepada Allah dari fitnahmu di dunia dan adzabmu di akhirat” (Ihya)

Dalam hadits yang lain, beliau bersabda: “Sebagian dari kewajiban orangtua terhadap anaknya adalah mengajarkan menulis (mendidik), memberi nama yang baik dan menikahkannya apabila sudah baligh” (HR. Ibnu Hibban).

Berdasarkan hadits di atas, diantara sederetan kewajiban tersebut maka menikahkan anak merupakan puncak dari kewajiban orangtua terhadap anaknya. Artinya, setelah anaknya menikah maka secara syariat telah putuslah atau berakhirlah kewajiban-kewajiban orangtua tersebut terhadap anaknya.

Oleh karena itu, apabila anaknya sudah mencapai usia baligh dan sudah memenuhi persyaratan untuk menikah, terlebih-lebih jika anaknya sudah meminta untuk dinikahkan, maka wajib bagi orantua untuk segera menikahkannya. Jika tidak segera dinikahkan kemudian anaknya berbuat dosa, maka dosanya itu ditanggung oleh orangtuanya. Naudzubillah...

Dalam hal ini Nabi (saw) bersabda: ”Nikahkanlah putra-putri kalian, berilah anak-anak wanita emas dan perak, bersikaplah yang baik pada mereka dengan memberi pakaian, dan bagusilah mereka dengan pemberian yang bias menyenangkan hati mereka.” (Al-Hakim). Dalam riwayat lain, Nabi bersabda:” Barangsiapa mempunyai anak baru, maka berilah dia nama yang baik, didiklah dengan akhlak yang baik. Bila telah mencapai dewasa tidak segera dinikahkan kemudian dia berbuat dosa, maka dosanya dipikul ayahnya.” (Al-Baihaqi).

Di samping itu, nikah termasuk bentuk dari sunnah Nabi (saw) yang harus dijalankan bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat-syaratnya. Juga sebagai sarana yang sah dalam menyalurkan kebutuhan biologis, untuk memperbanyak keturunan, dan satu-satunya cara dalam menjaga kesucian nasab. Karena anak merupakan garis keturunan yang harus dijaga kesuciannya. Sedangkan satu-satunya jalan untuk menjaga kesucian keturunan adalah dengan menikah.

Sabda Nabi SAW: “Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya: “Menikahlah, karena sesungguhnya aku akan membangga-banggakan jumlah kalian kepada umat-umat lain pada hari kiamat, dan janganlah kalian seperti para pendeta Nasrani.” (HR. Al-Baihaqi)

Wallaahu a'lam...



Jumat, 14 Mei 2021

Ciri-ciri dan Tanda Diterimanya Amal & Puasa di Bulan Ramadhan


Semua pasti merasakan bahwa intensitas ibadah pada bulan Ramadhan lebih meningkat dibandingkan pada bulan-bulan sebelumnya. Diantaranya, pada bulan Ramadlan ini kita mampu melaksanakan shalat sunnah setelah shalat Isya dengan jumlah rakaat yang jauh lebih banyak dari hari-hari biasanya, bisa mencapai 25 rakaat (2 rakaat ba’diyah Isya, 20 rakaat Tarawih dan 3 rakaat Witir), padahal pada hari-hari biasa sebelum Ramadlan kita mau melaksanakan 2 rakaat shalat ba’diyah Isya saja berat rasanya, bahkan sering terlewatkan.

Demikian pula, di bulan Ramadlan ini kita mampu bershadaqoh dengan mengisi kotak infaq Tarawih setiap malam, tadarus Al-Qur’an satu juz setiap hari, bangun malam secara rutin, mengeluarkan zakat fitrah dan amal-amal shalih lainnya.

Kesmuanya itu tentunya terjadi atas karunia Allah SWT yang telah menjadikan bulan Ramadlan sebagai bulan yang penuh keberkahan bagi umat Islam. Pertanyaannya adalah apakah amal-amal kita tersebut diterima oleh Allah SWT ? Tentu tidak ada seorangpun dari kita yang mengetahuinya, selain hanya bisa berharap semoga amal-amal yang kita lakukan itu menjadi amal mutaqabbala, amal yang diterima oleh Allah SWT sebagai amal ikhlas dan mardlotillah.

Namun para ulama salafus shalih memberi nasihat untuk kita bagaimana cara mengetahui diterima tidaknya amal yang kita lakukan:

أ لا وانّ علامةَ قبولِ الحسنةِ عَمِلَ الحسنةَ بعد هاعلى التّوال وانّ علامة ردّ ِها ان تتبع بِقِـبْـيال

“Ingatlah bahwa tanda diterimanya amal kebaikan adalah melakukan amalan sholeh setelahnya secara berkesinambungan. Adapun tanda ditolaknya amal ibadah adalah mengiringi amalan kebajikan itu dengan prilaku keji dan mungkar”.

Jadi, jika ingin mengetahui apakah amal-amal kita di bulan Ramadlan ini diterima oleh Allah SWT, lihatlah apakah kita mampu memepertahankan amal tersebut pada bulan-bulan selanjutnya setelah Ramadlan ini berlalu. Karena Allah lebih senang, lebih mencinai amal hambanya yang dilaksanakan terus-menerus secara istiqomah walaupun amal itu sedikit. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

يَاأَيُّهَا النَّاسُ، خُذُوْا مِنَ الْأَعْمَالِ مَاتُطِيْقُوْنَ، فَإِنَّ اللهَ لَايَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوْا، وَإِنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ مَادَامَ وَإِنْ قَلَّ

“Wahai sekalian manusia. Kerjakanlah amalan-amalan sesuai dengan kemampuan kalian. Sesungguhnya Allah tidak bosan sampai kalian bosan. Dan sungguh, amalan yang paling dicintai oleh Allah yaitu yang dikerjakan secara terus-menerus walaupun sedikit.” (HRBukhari dan Muslim). 

Oleh karena itu mari kita jaga shalat qobliyah dan ba’diyah walaupun hanya dua-dua rakaat setiap waktu. Kita dawamkan shalat witir setiap malam walaupun hanya 3 rakaat, minimal setiap selesai shalat ba’diyah Isya, terlebih-lebih kalau bisa melaksanakannya di sepertiga malam terakhir setelah shalat tahajud, tentu itu lebih utama. Demikian juga dengan kebiasaan shadaqoh di bulan Ramadlan kita lanjutkan pada bulan Syawal dan seterusnya.

Selanjutnya para ulama salafus sholeh berpesan:

ولا تبطُلْ ماأسلفتــم فى شهررمــضان مِن صــالح ا لأ عــمال

“Janganlah kalian porak porandakan segala pahala kebaikan yang telah terkumpulkan di bulan Ramadhan dari beberapa amalan sholih”.

واعلموا أنّ الحسناتَ يُذهِبْنَ السّيّـئآت. فكذالك السّيّـئآتَ يُبطِلْنَ صالح َالأعمال

“Ketahuilah bahwa segala kebaikan (pahala) dapat menghanguskan segala keburukan (dosa), demikian juga (sebaliknya), segala kejelakanpun dapat menghancurkan amal-amal kebajikan”.

Amal-amal baik yang sudah kita raih jangan kita hancurkan dengan melakukan kemaksiatan, sehingga amal puasa dan amal-amal lain di bulan Ramadlan ini benar-benar berhasil kita raih sebagaimana yang disabdakan oleh baginda Rasulullah SAW:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dan pada puncaknya, puasa kita sesuai dengan target Allah SWT menjadikan kita meraih predikat mu’min muttaqin, sebagaimana firman-Nya:

يأَيُّهَا الَّذِينَءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” ([Al-Baqoroh: 183)

Semoga puasa kita serta amal-amal lainnya menjadi amal yang mutaqabbala, amal yang diteima oleh Allah SWT. Aamiin ya Rabbal ‘aalamiin…..